SRENGÈNGÈ MLÊTHÈK

SRENGÈNGÈ MLÊTHÈK
MUMBULING SURYÅ ILANGING SAMBÈKÅLÅ [2010]

GOOGLE TRANSLATE

Rabu, 13 Oktober 2010

Bunda Maria Ratu Kesederhanaan

Rumah Air
Rumah air

Gua alam
Gua alam

Misa
Misa

Stalakmit "patung Maria"

 Pintu gua

 Keseleo

 Seruan kesederhanaan

 Tongkat

Penjual makanan


Menutup Bulan Maria, peziarah menyampaikan seruan doa kepada Bunda Maria Ratu Kesederhanaan. Ziarah di Gua Maria Klaces tersebut juga sekaligus membuka Tahun Keprihatinan Kemiskinan.

Sekitar 500 peziarah dari berbagai tempat mengikuti kegiatan ini. Mereka datang dengan perahu compreng dan perahu yang lebih kecil.

Umat-umat sederhana ini berjuang untuk melewati jalanan yang licin dari Klaces menuju lokasi Gua Maria.

Kehadiran para peziarah menjadi berkat bagi masyarakat sekitar. Termasuk anak-anak yang menyediakan tongkat untuk membantu jalan. Juga para penjual kelapa muda.

Gua Maria Klaces merupakan gua alam. Stalaktit dan stalakmit alam menghiasi ruangan yang luas tersebut.

Sulitnya medan, karena malam sebelumnya diguyur hujan, membuat seorang ibu peziarah terjatuh dan mengakibatkan lengannya keseleo. Romo Carli OMI menyempatkan mendoakan ibu tersebut.

Jejak-jejak air kawasan Klaces sebagai daerah pemukiman di atas air masih terlihat. Sebuah rumah dikelilingi perairan seperti dalam gambar.

 teks-foto: tri




FOTO GUA MARIA KLACES

Gua Santa Maria Nusakambangan - Ds. Klaces, Kec.Pembantu Kampung Laut, Cilacap.
Sekretariat : Jl. Gatot Subroto 35A, Cilacap.

Rute: 1. Majingklak ~ pelayaran Majingklak - Klaces 20 menit. Banjar - Majingklak (Kalipucang) 45 km, Majingklak-Pangandaran = 25 km.

Rute: 2. Sleko-Cilacap ~ pelayaran Sleko - Klaces 2 jam.












http://guamariaklaces.blogspot.com/2010/04/foto-foto-gua-maria-klaces.html




GOA BENDUNG PENINGGALAN KUNO


Peta Jaringan Trayek Angkutan Perairan di Kabupaten Cilacap


Pintu Masuk Gua Maria

Goa Bendung ditemukan oleh penjajah Belanda pada sekitar abad ke 16 konon pernah di gunakan sebagai tempat ibadah umat Kristiani pada saat Belanda menduduki Pulau Jawa termasuk Pulau Nusakambangan.
Untuk mencapai goa tersebut dapat melalui Pelabuhan Lomanis atau Pelabuhan Sleko dengan naik perahu atau compreng dengan menelusuri sungai dan selat Segara Anakan menuju goa atau Desa Klaces . Dari Klaces kemudian berjalan kaki selama kurang lebih satu jam menuju ke arah goa atau dapat melalui Dermaga Sodong dengan naik kendaraan roda dua atau angkutan lainnya melalui jalan darat sambil menikmati keindahan alam dan hutan serta bangunan lembaga pemasyarakatan menuju Goa Bendung sekitar 45 menit.
Goa Bendung yang ditemukan Belanda tanpa sengaja ketika penjajah Belanda meluaskan jajahannya di tanah jawa termasuk Pulau Nusakambangan mempunyai lorong sepanjang kurang lebih 150 meter dengan lebar 10 meter, didalam goa tersebut terdapat stalakmit yang menyerupai anjing dan seorang perempuan yang sedang menyusui. Karena didalamnya terdapat tempat khotbah dan stalakmit yang bentuknya seperti Bunda Maria, sehingga ada sebagian masyarakat yang menyebut Goa Maria, juga di dalamnya terdapat parit yang dibangun oleh Belanda yang galian tanahnya untuk membendung badan parit yang luas seperti pelataran dan digunakan untuk para jemaat untuk melakukan ibadah, karena pelataran yang digunakan untuk membendung air tersebut maka goa ini dikalangan masyarakat disebut Goa Bendung.

Pintu Masuk Gua Maria setinggi ±1,5 m

http://janakapandhawa5.blog.uns.ac.id/lokasi-wisata/
http://perpusdacilacap.blogspot.com/2012/07/potensi-wisata-kabupaten-cilaca.html
http://nusapedia.com/Cilacap/ID/place/494/wisata-bersejarah-di-goa-bendung
http://www.indonesia-heritage.net/2013/09/gua-maria-atau-goa-bendung-cilacap/
http://pinmagicaljourney.blogspot.com/2012/05/ziarah-ke-gua-maria-klaces-bendung.html
http://guamariaklaces.blogspot.com/2009/05/goa-bendung-ditemukan-oleh-penjajah.html





PEZIARAH DARI PAROKI CENGKARENG - JAKARTA

Kijang merah itu melaju menuju Gereja Bernadus Kawunganten - Cilacap, karena menghampiri Rm. Nicolaus Ola, OMI yang akan memimpin Misa di Gua Maria Klaces. Pukul 07.00 Kijang sampai di Gereja Kawunganten terus langsung cabut ke Majingklak karena kita janjian dengan rombongan jam 08.00 WIB. Puji Tuhan jam 08.10 kita sudah sampai di sana.Terus kita mencari sewa perahu. ternyata para tukang perahu memberi tarif PP Rp. 200.000 dan harus pakai 3 perahu. Kami menawar tapi hanya dapat Rp. 170.000, yah...padahal anggaran kita 200.000 untuk 2 kapal. Dari pada bersitegang akhirnya kami terpaksa menyetujui. Lalu kami melanjutkan perjalanan ke Klaces kira-kira yang jaraknya 30 menit naik perahu.

Jam 09.30 kita sampai di Klaces, setelah buang air kecil rame-rame, kita rame-rame berjalan menuju Gua Klaces meskipun banyak ojek yang menawari para peziarah tapi iman mereka tidak goyah he he he...O iya kalo naik ojek PP Rp. 25.000,- tapi jalannya naik turun, uji nyali pokoknya. Tapi mereka udah terampil dalam berojek ria. Perjalanan di tempuh kira2 1,5 jam dengan medan yang cukup menantang, apalagi kalo hujan tanah jadi becek dan licin. Sampai di Gua Maria Klaces jam 10.30 WIB dan istirahat sebentar terus dilanjutkan Misa di dalam Gua. Dengan penerangan lampu genset dan dgn kaki yang pegal2 kami bersatu dalam Misa yang di pimpin Rm.Nico Ola,OMI. Kira2 jam 12.30 misa selesai dan diringi hujan yang mulai reda kami memulai perjalanan pulang ke dermaga klaces untuk makan siang di Cafe Klaces. Selesai makan kami langsung berangkat naik perahu ke Majingklak terus kami berpisah dengan rombongan yang menuju pengandaran dan kami meneruskan perjalanan
pulang ke Cilacap. Sampai di sini kami menjadi team pemandu ziarah. Semoga ziarah ini menambah iman kita semua. (team ziarah klaces)

http://guamariaklaces.blogspot.com/2009/05/peziarah-dari-paroki-cengkareng-jakarta.html




Jalan Terjal Berliku Menuju Surga di Goa Maria Nusakambangan



Goa Maria Nusakambangan adalah tempat tujuan keduaku dalam liburan Wonosobo-Cilacap-Purwokerto. Awalnya berlibur ke Goa Maria Nusakambangan sama sekali tidak direncanakan karena awalnya kami cuma mau mampir saja di Goa Maria Kaliori. Tapi entah kenapa kami memutuskan pergi ke Goa Maria Nusakambangan walau tanpa informasi yang jelas tentang kondisinya. Sehingga selesai dari Wonosobo di hari pertama pada sore harinya kami langsung menuju Cilacap dengan diiringi hujan deras saat memasuki Cilacap pada malam harinya. Karena kami memutuskan pergi ke Cilacap tanpa rencana maka tentu saja aku belum reservasi hotel. Di tengah hujan deras kami berkeliling kota Cilacap mencari hotel yang kosong, lebih dari 5 hotel yang kami datangi ternyata tidak ada satupun yang memiliki kamar kosong mungkin karena saat itu pas libur 3 hari jadi banyak juga orang yang berlibur. Tetapi untungnya tidak berapa lama kemudian kami bisa menemukan sebuah hotel yang memiliki kamar kosong dan tanpa banyak pikir lagi kami langsung bayar saja karena kondisi badan yang sudah sangat lelah setelah semalam suntuk perjalanan jakarta-wonosobo dan kemudian dari pagi hingga sore berwisata di Dieng.

Pada keesokan harinya, kami memulai perjalanan pada pukul 7 dengan berbekal sedikit informasi dari pegawai hotel tentang bagaimana cara mencapai Goa Maria Nusakambangan. Awalnya kami datang ke Pelabuhan Lomanis untuk menyeberang ke Goa Maria Nusakambangan tetapi sesampainya disana dan bertanya-tanya kepada tukang perahu disana kami mendapat informasi harga sebesar 600 ribu untuk menyeberang pulang pergi dengan waktu tempuh 2 jam sekali jalan. Sempat akan mengurungkan niat untuk berwisata ke Goa Maria Nusakambangan karena harga kapal yang terlalu mahal lalu tanpa sengaja aku entah kenapa mencoba browsing lewat Blackberryku tentang Goa Maria Nusakambangan. Lalu tanpa sengaja aku menemukan nama dan nomor telepon Ibu Yuni, dia adalah ketua paroki Cilacap. Lalu segera aku hubungi handphone dan Ibu Yuni yang kebetulan hari itu juga sedang memberangkatkan rombongan yang berasal dari Jakarta segera meminta kami untuk bergabung lewat dermaga Sleko. Sekitar 15 menit kemudian kami sampai di dermaga Sleko tetapi ternyata perahu yang akan kami tumpangi telah penuh dengan rombongan pengunjung tetapi untungnya lagi disana masih ada sisa satu perahu yang beroperasi hari itu. Akhirnya dengan dibantu oleh Ibu Yuni kami mendapatkan harga sewa perahu 400 ribu untuk pulang pergi dengan penumpang yang hanya kami sekeluarga berlima saja. Perlahan-lahan kapal meninggalkan dermaga membawa kami menuju Goa Maria Nusakambangan melintasi Segara Anakan yang dikanan kirinya dipenuhi oleh tanaman bakau dan beberapa kali kami juga melewati perkampungan penduduk yang terletak di tengah-tengah Segara Anakan dan juga sempat sekilas melihat penjara yang terletak di pulau Nusakambangan.


Setelah dua jam akhirnya kami sampai juga di Desa Klaces dan disinilah kami akan melanjutkan perjalanan menuju Goa Maria Nusakambangan. Dan disini kami juga disambut oleh salah satu mudika yang nantinya juga akan membantu kami dalam perjalanan menuju Goa Maria Nusakambangan. Hujan semalam yang sangat deras juga ikut mengguyur desa Klaces sehingga menyebabkan perkampungan yang terletak di tengah-tengah Segara Anakan ini terendam oleh air hujan. Sesaat kemudian kami segera berjalan kaki menuju Goa Maria Nusakambangan. Awalnya kami masih melintasi jalan yang dipavling blok tapi setelah itu kami harus melewati jalan persawahan yang becek dan licin akibat hujan semalam. Awalnya kami sempat tertarik untuk naik ojek dengan maksud untuk menghemat waktu dan tenaga namun karena ojek yang tersedia tidak cukup jumlahnya untuk kami berlima maka kami memutuskan berjalan kaki saja. Hingga sekitar kurang lebih 500 meter berjalan kaki kami akhirnya benar-benar memutuskan untuk berjalan kaki saja dan merasa beruntung tidak jadi naik ojek karena ternyata medan yang dilewati sangat becek curam dan licin sehingga malah membuat kami takut jika naik ojek. Karena medan yang dilewati buruk sehingga ojek-ojek ini pun sudah dimodif sedemikian rupa dengan menyelubungi ban belakangnya dengan rantai agar tidak licin saat mendaki jalanan yang curam dan becek itu.


Kurang lebih 1 atau 1 jam 30 menit atau mungkin juga sekitar 3-4 km kami berjalan kaki melewati hutan dengan jalan yang curam, becek dan licin sampai juga akhirnya di Goa Maria Nusakambangan. Beberapa pengunjung yang tergabung dalam rombongan juga sempat beberapa kali yang jatuh terpeleset karena licinnya jalan yang kami lalui. Dalam perjalanan untungnya kami juga sempat bertemu beberapa penduduk yang akan berangkat berkebun dan dengan bantuan mereka kami dibuatin tongkat sebagai bantuan untuk menopang tubuh. Sampai di mulut Goa kami beristirahat sejenak di gubug-gubug yang ada di mulut Goa sambil menikmati kelapa muda yang dibawa oleh penduduk setempat. Air kelapa yang segar dan daging buahnya yang meskipun masih muda tapi lumayan tebal membuat energi kami yang habis menjadi sedikit terisi lagi. Lalu kamipun segera masuk ke dalam Goa untuk melihat apa yang tersedia di dalamnya. Beruntung juga karena adanya rombongan yang datang maka kemudian disediakan genset sebagai penerangan selama di dalam goa. Hujan deras semalam juga membuat Goa menjadi becek, licin dan air deras menetes dari langit-langit goa. Yang unik dari Goa Maria Nusakambangan ini meski dinamakan Goa Maria tetapi tidak ada patung Maria. Patung Maria yang ada konon adalah buatan alami dari stalagtit dan stalagmit yang menyatu. Setelah aku menyaksikan secara langsung memang benar adanya stalagtit dan stalagmit yang menyerupai patung maria tetapi sebenarnya itu juga memerlukan sedikit daya imaginasi kita. Tapi setidaknya ada hikmah yang bisa aku dapatkan bahwa jalan untuk mencapai Tuhan memang tidak pernah mudah penuh dengan berbagai rintangan.


Bagi yang berkeinginan untuk mengunjungi Goa Maria Nusakambangan kami sarankan ada baiknya menghubungi Gereja Katholik Cilacap atau bisa juga dengan Ibu Yuni langsung di nomor handphone 0812-272-4540. Karena jika tanpa koordinasi terlebih dahulu dikawatirkan sulit untuk bisa mencapai Goa Maria Nusakambangan. Bisa memang dengan bantuan penduduk lokal Desa Klaces, tetapi dengan bantuan team mudika dari Ibu Yuni terus terang sangat membantu kami untuk bisa menuju kesana, salah satunya dengan makan siang yang kami dapatkan sepulangnya dari Goa Maria Nusakambangan. Hujan deras kembali mendatangi kami dalam perjalanan pulang menuju dermaga Sleko hingga perahu yang kami tumpangi sempat terbawa arus hendak menabrak dinding Segara Anakan sebanyak 3 kali karena angin dan arus yang deras. Tapi beruntung dengan kesigapan tukang perahu kami tepat jam 17.30 perahu sudah bisa merapat kembali di dermaga Sleko. Dengan kondisi tubuh basah oleh peluh dan kotor oleh lumpur kami menyempatkan diri untuk mandi di wc umum di sekitar dermaga sebelum akhirnya kami melanjutkan perjalanan ke Teluk Penyu untuk menikmati makan malam seafood di sekitar area 70. (Ge)


GOA MARIA KLACES - NUSAKAMBANGAN - CILACAP

Bulan Mei dikenal umat Katolik sebagai bulan Maria. Dalam bulan ini banyak umat yang melakukan ziarah, secara perorangan maupun rombongan, semisal ke Sendangsono di Jawa Tengah. Ada banyak tempat ziarah di negeri kita ini, tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan NTT, salah satu diantaranya di Pulau Nusa Kambangan.

Siapa di antara Anda yang tidak mengenal P. Nusa Kambangan yang sejak zaman dahulu terkenal dengan rumah penjara para terpidana kelas berat ? Hotel ”prodeo” untuk para penjahat terpidana ini dibangun sejak era penjajahan Belanda dahulu. Tetapi janganlah Anda mengasosiasikan P. Nusa Kambangan dengan keseraman rumah penjara melulu. Ada sisi lain yang cukup menarik dan menggelitik untuk dilirik dan ditilik, khususnya untuk kita segenap umat Katolik.

Tidak disangka di bagian barat P. Nusa Kambangan, jauh sekali dari lokasi rumah-rumah penjara, terdapat gua alam yang cocok untuk dijadikan tempat ziarah. Lokasi gua termasuk dalam paroki Cilacap atau keuskupan Purwokerto. Gua Maria di P. Nusa Kambangan ini relatif masih baru, belum banyak dikenal umat Katolik seperti gua Maria lainnya, terbukti dengan masih sangat sedikit pengunjungnya. Sebenarnya gua Maria ini juga adalah peninggalan jaman Belanda dan masyarakat sekitar juga sudah lama tahu tentang keberadaan gua Maria ini tetapi anehnya justru banyak kalangan Katolik yang tidak tahu, ini mungkin karena kurangnya informasi tentang gua Maria ini akibat jauh dan cukup sulitnya transportasi untuk menuju kesana. Akibatnya baru pada tahun 2000an gua Maria ini baru dikenal orang.

Bagaimana mencapai lokasi Gua Maria di P. Nusa Kambangan ini? Berikut kami ceriterakan pengalaman kami ziarah ke gua tersebut pada awal Juni 2004 yang lalu. Ada 2 rute yang dapat dilalui, yaitu lewat Cilacap, naik perahu motor melintasi Segara Anakan selama 2 jam menuju desa Klaces,lalu jalan kaki atau lewat Pangandaran – kec. Kalipucang – dermaga Majingklak – terus naik perahu motor selama 15 menit ke P. Nusa Kambangan desa Klaces. Kemudian perjalanan diteruskan dengan jalan kaki selama 1 jam menuju gua. Karena kami berangkat dari Bandung maka kami memilih rute kedua tersebut.

Setelah menginap di Pangandaran, pagi jam 6.30 kami berangkat menuju dermaga Majingklak (50 menit dengan mobil) untuk jarak 35 km. Sesuai petunjuk teman, kami parkir di luar dermaga lalu mencari sewaan kapal motor untuk ke desa Klaces di seberang pulau sana. Tidak ada pelayaran reguler ke Klaces, maka harus sewa perahu motor pulang pergi plus tunggu 3–4 jam selama ziarah. Berapa ongkos sewa perahu motor itu tergantung banyaknya calon penumpang. Satu perahu dengan kapasitas 15 orang ditawarkan ongkos 100 ribu, tapi harga tersebut masih dapat dinegosiasikan.

Kebanyakan tukang perahu di Majingklak ini mengenal Gua Maria di P. Nusa Kambangan. Pelayaran 15 menit melintasi Segara Anakan cukup aman dan menyenangkan karena tidak ada ombak besar seperti halnya di pantai Pangandaran. Tiba di desa Klaces kami merapat di dermaga di depan pos TNI AL dan melapor kepada petugas jaga mengenai maksud kedatangan kami untuk ziarah. Selanjutnya dimulailah safari jalan kaki ke lokasi gua. Selama 10 menit berjalan di atas paving block di desa Kampung Laut. Dahulu kampung ini benar-benar diatas laut Segara Anakan, tetapi karena proses pendangkalan kampung tersebut kini berubah menjadi daratan penuh lumpur saat laut surut dan menjadi rawa kalau laut pasang. Lepas dari jalan paving block, kami melewati jalan “aspal bambu”, yaitu anyaman di atas lumpur dengan tiang penyangga dari bambu pada tanah berlumpur, sepanjang 200 m. Selanjutnya melewati jalan setapak yang menanjak diantara alang-alang setinggi orang, kondisi jalan licin, naik turun. Untung kami pakai sepatu kets. Sepanjang jalan setapak ini tidak kami temukan kampung hanya lokasi gua.

Alternatif lain untuk mencapai lokasi gua adalah dengan naik ojek (sepeda motor), tapi jumlahnya amat terbatas. Kami datang berempat, ojek yang tersedia cuma 2 buah. Tarifnya lumayan mahal, per orang Rp. 25 ribu pp dan menunggu. Kalau Anda datang kesana berombongan jangan harap bisa menikmati fasilitas ini. Naik ojek ini ternyata cukup mendebarkan juga mengingat medan dan jalan licin seperti kami gambarkan diatas. Pengalaman istri saya kemarin saking takutnya kalau jatuh maka turun dari ojek dan memilih jalan kaki sampai 25 kali.

Mulut gua terletak pada suatu bukit dengan ketinggian sekitar 10m, naik tanpa tangga, licin lagi. Lebar mulut gua sekitar 2m dan tinggi 3m, di dalam gua gelap gulita. Untung sekali Pak Darmo (50th) dan mengaku sudah dibaptis sekeluarga, yang ditugasi menjaga gua dan sekaligus penunjuk jalan telah menyediakan 2 buah lampu petromaks, lumayan untuk penerangan di dalam gua. Harus ekstra hati-hati sewaktu masuk ke dalam gua karena jalannya menurun, licin, becek, serta agak gelap. Seperti halnya gua di tempat lain, banyak stalagtit dan stalagmit yang sungguh mempesona menghiasi ruangan gua. Bekal lampu senter sangat menolong menuruni gua dan menikmati keindahan didalam gua.

Salah satu stalagtit dan stalagmit menggambarkan bentuk seorang wanita berdiri memakai mahkota dan berjubah yang mengatupkan kedua tangannya, setinggi 4m. Hal ini mengingatkan kita pada patung Bunda Maria. Di bawah “patung” inilah biasanya peziarah berdoa dan menyalakan lilin pada meja sederhana yang tersedia. Kesunyian dan keheningan didalam gua benar-benar membuat berdoa menjadi lebih khusuk. Suatu pengalaman yang mengesankan dan tak terlupakan.

Lantai gua cukup lebar, dapat menampung sekitar 50 orang, langit-langitnya agak tinggi sehingga tidak terlalu sesak untuk bernafas. Jangan kaget ketika keluar dari dalam gua pakaian menjadi basah bukan karena keringat tetapi lantaran kena tetesan air dari langit-langit gua. Kami berada di gua sekitar satu jam. Jam 10.10 kami keluar gua dan kembali ke dermaga Klaces melalui jalan yang sama. Pengalaman ziarah yang benar-benar mengesankan dan menantang. Tertarikkah Anda dengan ziarah ini? Silahkan!