Bulan Mei dikenal umat Katolik sebagai bulan Maria. Dalam bulan ini banyak umat yang melakukan ziarah, secara perorangan maupun rombongan, semisal ke Sendangsono di Jawa Tengah. Ada banyak tempat ziarah di negeri kita ini, tersebar di Sumatra, Jawa, Kalimantan, Sulawesi dan NTT, salah satu diantaranya di Pulau Nusa Kambangan.
Siapa di antara Anda yang tidak mengenal P. Nusa Kambangan yang sejak zaman dahulu terkenal dengan rumah penjara para terpidana kelas berat ? Hotel ”prodeo” untuk para penjahat terpidana ini dibangun sejak era penjajahan Belanda dahulu. Tetapi janganlah Anda mengasosiasikan P. Nusa Kambangan dengan keseraman rumah penjara melulu. Ada sisi lain yang cukup menarik dan menggelitik untuk dilirik dan ditilik, khususnya untuk kita segenap umat Katolik.
Tidak disangka di bagian barat P. Nusa Kambangan, jauh sekali dari lokasi rumah-rumah penjara, terdapat gua alam yang cocok untuk dijadikan tempat ziarah. Lokasi gua termasuk dalam paroki Cilacap atau keuskupan Purwokerto. Gua Maria di P. Nusa Kambangan ini relatif masih baru, belum banyak dikenal umat Katolik seperti gua Maria lainnya, terbukti dengan masih sangat sedikit pengunjungnya. Sebenarnya gua Maria ini juga adalah peninggalan jaman Belanda dan masyarakat sekitar juga sudah lama tahu tentang keberadaan gua Maria ini tetapi anehnya justru banyak kalangan Katolik yang tidak tahu, ini mungkin karena kurangnya informasi tentang gua Maria ini akibat jauh dan cukup sulitnya transportasi untuk menuju kesana. Akibatnya baru pada tahun 2000an gua Maria ini baru dikenal orang.
Bagaimana mencapai lokasi Gua Maria di P. Nusa Kambangan ini? Berikut kami ceriterakan pengalaman kami ziarah ke gua tersebut pada awal Juni 2004 yang lalu. Ada 2 rute yang dapat dilalui, yaitu lewat Cilacap, naik perahu motor melintasi Segara Anakan selama 2 jam menuju desa Klaces,lalu jalan kaki atau lewat Pangandaran – kec. Kalipucang – dermaga Majingklak – terus naik perahu motor selama 15 menit ke P. Nusa Kambangan desa Klaces. Kemudian perjalanan diteruskan dengan jalan kaki selama 1 jam menuju gua. Karena kami berangkat dari Bandung maka kami memilih rute kedua tersebut.
Setelah menginap di Pangandaran, pagi jam 6.30 kami berangkat menuju dermaga Majingklak (50 menit dengan mobil) untuk jarak 35 km. Sesuai petunjuk teman, kami parkir di luar dermaga lalu mencari sewaan kapal motor untuk ke desa Klaces di seberang pulau sana. Tidak ada pelayaran reguler ke Klaces, maka harus sewa perahu motor pulang pergi plus tunggu 3–4 jam selama ziarah. Berapa ongkos sewa perahu motor itu tergantung banyaknya calon penumpang. Satu perahu dengan kapasitas 15 orang ditawarkan ongkos 100 ribu, tapi harga tersebut masih dapat dinegosiasikan.
Kebanyakan tukang perahu di Majingklak ini mengenal Gua Maria di P. Nusa Kambangan. Pelayaran 15 menit melintasi Segara Anakan cukup aman dan menyenangkan karena tidak ada ombak besar seperti halnya di pantai Pangandaran. Tiba di desa Klaces kami merapat di dermaga di depan pos TNI AL dan melapor kepada petugas jaga mengenai maksud kedatangan kami untuk ziarah. Selanjutnya dimulailah safari jalan kaki ke lokasi gua. Selama 10 menit berjalan di atas paving block di desa Kampung Laut. Dahulu kampung ini benar-benar diatas laut Segara Anakan, tetapi karena proses pendangkalan kampung tersebut kini berubah menjadi daratan penuh lumpur saat laut surut dan menjadi rawa kalau laut pasang. Lepas dari jalan paving block, kami melewati jalan “aspal bambu”, yaitu anyaman di atas lumpur dengan tiang penyangga dari bambu pada tanah berlumpur, sepanjang 200 m. Selanjutnya melewati jalan setapak yang menanjak diantara alang-alang setinggi orang, kondisi jalan licin, naik turun. Untung kami pakai sepatu kets. Sepanjang jalan setapak ini tidak kami temukan kampung hanya lokasi gua.
Alternatif lain untuk mencapai lokasi gua adalah dengan naik ojek (sepeda motor), tapi jumlahnya amat terbatas. Kami datang berempat, ojek yang tersedia cuma 2 buah. Tarifnya lumayan mahal, per orang Rp. 25 ribu pp dan menunggu. Kalau Anda datang kesana berombongan jangan harap bisa menikmati fasilitas ini. Naik ojek ini ternyata cukup mendebarkan juga mengingat medan dan jalan licin seperti kami gambarkan diatas. Pengalaman istri saya kemarin saking takutnya kalau jatuh maka turun dari ojek dan memilih jalan kaki sampai 25 kali.
Mulut gua terletak pada suatu bukit dengan ketinggian sekitar 10m, naik tanpa tangga, licin lagi. Lebar mulut gua sekitar 2m dan tinggi 3m, di dalam gua gelap gulita. Untung sekali Pak Darmo (50th) dan mengaku sudah dibaptis sekeluarga, yang ditugasi menjaga gua dan sekaligus penunjuk jalan telah menyediakan 2 buah lampu petromaks, lumayan untuk penerangan di dalam gua. Harus ekstra hati-hati sewaktu masuk ke dalam gua karena jalannya menurun, licin, becek, serta agak gelap. Seperti halnya gua di tempat lain, banyak stalagtit dan stalagmit yang sungguh mempesona menghiasi ruangan gua. Bekal lampu senter sangat menolong menuruni gua dan menikmati keindahan didalam gua.
Salah satu stalagtit dan stalagmit menggambarkan bentuk seorang wanita berdiri memakai mahkota dan berjubah yang mengatupkan kedua tangannya, setinggi 4m. Hal ini mengingatkan kita pada patung Bunda Maria. Di bawah “patung” inilah biasanya peziarah berdoa dan menyalakan lilin pada meja sederhana yang tersedia. Kesunyian dan keheningan didalam gua benar-benar membuat berdoa menjadi lebih khusuk. Suatu pengalaman yang mengesankan dan tak terlupakan.
Lantai gua cukup lebar, dapat menampung sekitar 50 orang, langit-langitnya agak tinggi sehingga tidak terlalu sesak untuk bernafas. Jangan kaget ketika keluar dari dalam gua pakaian menjadi basah bukan karena keringat tetapi lantaran kena tetesan air dari langit-langit gua. Kami berada di gua sekitar satu jam. Jam 10.10 kami keluar gua dan kembali ke dermaga Klaces melalui jalan yang sama. Pengalaman ziarah yang benar-benar mengesankan dan menantang. Tertarikkah Anda dengan ziarah ini? Silahkan!
Siapa di antara Anda yang tidak mengenal P. Nusa Kambangan yang sejak zaman dahulu terkenal dengan rumah penjara para terpidana kelas berat ? Hotel ”prodeo” untuk para penjahat terpidana ini dibangun sejak era penjajahan Belanda dahulu. Tetapi janganlah Anda mengasosiasikan P. Nusa Kambangan dengan keseraman rumah penjara melulu. Ada sisi lain yang cukup menarik dan menggelitik untuk dilirik dan ditilik, khususnya untuk kita segenap umat Katolik.
Tidak disangka di bagian barat P. Nusa Kambangan, jauh sekali dari lokasi rumah-rumah penjara, terdapat gua alam yang cocok untuk dijadikan tempat ziarah. Lokasi gua termasuk dalam paroki Cilacap atau keuskupan Purwokerto. Gua Maria di P. Nusa Kambangan ini relatif masih baru, belum banyak dikenal umat Katolik seperti gua Maria lainnya, terbukti dengan masih sangat sedikit pengunjungnya. Sebenarnya gua Maria ini juga adalah peninggalan jaman Belanda dan masyarakat sekitar juga sudah lama tahu tentang keberadaan gua Maria ini tetapi anehnya justru banyak kalangan Katolik yang tidak tahu, ini mungkin karena kurangnya informasi tentang gua Maria ini akibat jauh dan cukup sulitnya transportasi untuk menuju kesana. Akibatnya baru pada tahun 2000an gua Maria ini baru dikenal orang.
Bagaimana mencapai lokasi Gua Maria di P. Nusa Kambangan ini? Berikut kami ceriterakan pengalaman kami ziarah ke gua tersebut pada awal Juni 2004 yang lalu. Ada 2 rute yang dapat dilalui, yaitu lewat Cilacap, naik perahu motor melintasi Segara Anakan selama 2 jam menuju desa Klaces,lalu jalan kaki atau lewat Pangandaran – kec. Kalipucang – dermaga Majingklak – terus naik perahu motor selama 15 menit ke P. Nusa Kambangan desa Klaces. Kemudian perjalanan diteruskan dengan jalan kaki selama 1 jam menuju gua. Karena kami berangkat dari Bandung maka kami memilih rute kedua tersebut.
Setelah menginap di Pangandaran, pagi jam 6.30 kami berangkat menuju dermaga Majingklak (50 menit dengan mobil) untuk jarak 35 km. Sesuai petunjuk teman, kami parkir di luar dermaga lalu mencari sewaan kapal motor untuk ke desa Klaces di seberang pulau sana. Tidak ada pelayaran reguler ke Klaces, maka harus sewa perahu motor pulang pergi plus tunggu 3–4 jam selama ziarah. Berapa ongkos sewa perahu motor itu tergantung banyaknya calon penumpang. Satu perahu dengan kapasitas 15 orang ditawarkan ongkos 100 ribu, tapi harga tersebut masih dapat dinegosiasikan.
Kebanyakan tukang perahu di Majingklak ini mengenal Gua Maria di P. Nusa Kambangan. Pelayaran 15 menit melintasi Segara Anakan cukup aman dan menyenangkan karena tidak ada ombak besar seperti halnya di pantai Pangandaran. Tiba di desa Klaces kami merapat di dermaga di depan pos TNI AL dan melapor kepada petugas jaga mengenai maksud kedatangan kami untuk ziarah. Selanjutnya dimulailah safari jalan kaki ke lokasi gua. Selama 10 menit berjalan di atas paving block di desa Kampung Laut. Dahulu kampung ini benar-benar diatas laut Segara Anakan, tetapi karena proses pendangkalan kampung tersebut kini berubah menjadi daratan penuh lumpur saat laut surut dan menjadi rawa kalau laut pasang. Lepas dari jalan paving block, kami melewati jalan “aspal bambu”, yaitu anyaman di atas lumpur dengan tiang penyangga dari bambu pada tanah berlumpur, sepanjang 200 m. Selanjutnya melewati jalan setapak yang menanjak diantara alang-alang setinggi orang, kondisi jalan licin, naik turun. Untung kami pakai sepatu kets. Sepanjang jalan setapak ini tidak kami temukan kampung hanya lokasi gua.
Alternatif lain untuk mencapai lokasi gua adalah dengan naik ojek (sepeda motor), tapi jumlahnya amat terbatas. Kami datang berempat, ojek yang tersedia cuma 2 buah. Tarifnya lumayan mahal, per orang Rp. 25 ribu pp dan menunggu. Kalau Anda datang kesana berombongan jangan harap bisa menikmati fasilitas ini. Naik ojek ini ternyata cukup mendebarkan juga mengingat medan dan jalan licin seperti kami gambarkan diatas. Pengalaman istri saya kemarin saking takutnya kalau jatuh maka turun dari ojek dan memilih jalan kaki sampai 25 kali.
Mulut gua terletak pada suatu bukit dengan ketinggian sekitar 10m, naik tanpa tangga, licin lagi. Lebar mulut gua sekitar 2m dan tinggi 3m, di dalam gua gelap gulita. Untung sekali Pak Darmo (50th) dan mengaku sudah dibaptis sekeluarga, yang ditugasi menjaga gua dan sekaligus penunjuk jalan telah menyediakan 2 buah lampu petromaks, lumayan untuk penerangan di dalam gua. Harus ekstra hati-hati sewaktu masuk ke dalam gua karena jalannya menurun, licin, becek, serta agak gelap. Seperti halnya gua di tempat lain, banyak stalagtit dan stalagmit yang sungguh mempesona menghiasi ruangan gua. Bekal lampu senter sangat menolong menuruni gua dan menikmati keindahan didalam gua.
Salah satu stalagtit dan stalagmit menggambarkan bentuk seorang wanita berdiri memakai mahkota dan berjubah yang mengatupkan kedua tangannya, setinggi 4m. Hal ini mengingatkan kita pada patung Bunda Maria. Di bawah “patung” inilah biasanya peziarah berdoa dan menyalakan lilin pada meja sederhana yang tersedia. Kesunyian dan keheningan didalam gua benar-benar membuat berdoa menjadi lebih khusuk. Suatu pengalaman yang mengesankan dan tak terlupakan.
Lantai gua cukup lebar, dapat menampung sekitar 50 orang, langit-langitnya agak tinggi sehingga tidak terlalu sesak untuk bernafas. Jangan kaget ketika keluar dari dalam gua pakaian menjadi basah bukan karena keringat tetapi lantaran kena tetesan air dari langit-langit gua. Kami berada di gua sekitar satu jam. Jam 10.10 kami keluar gua dan kembali ke dermaga Klaces melalui jalan yang sama. Pengalaman ziarah yang benar-benar mengesankan dan menantang. Tertarikkah Anda dengan ziarah ini? Silahkan!
http://www.guamaria.com/kisah/cgi-bin/showarticle.pl?id=1130817861
http://bentengkarangbolong.blogspot.com/2014/09/keangkeran-nusakambangan-cilacap.html
http://www.sesawi.net/2013/10/17/gua-maria-klaces-di-pulau-nusakambangan/
http://www.guamaria.info/ziarah-kemana/14-lokasi-gm-jateng/87-gua-maria-nusakambangan-cilacap
http://guamariaklaces.blogspot.com/
http://bentengkarangbolong.blogspot.com/2014/09/keangkeran-nusakambangan-cilacap.html
http://www.sesawi.net/2013/10/17/gua-maria-klaces-di-pulau-nusakambangan/
http://www.guamaria.info/ziarah-kemana/14-lokasi-gm-jateng/87-gua-maria-nusakambangan-cilacap
http://guamariaklaces.blogspot.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar